Senin, 30 April 2012

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI HARAPAN DAN TANTANGANNYA


KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
HARAPAN DAN TANTANGANNYA

Makalah

Dalam Rangka Peningkatan Mutu Profesi Guru

BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Kehidupan suatu bangsa tidak dapat terlepas dari pengaruh perubahan jaman dan perkembangan dunia. Dunia sekarang berada dalam era globalisasi dan informasi. Perubahan dunia terjadi dengan sangat pesat dan terjadi di segala bidang, baik ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, politik, budaya, bahkan keamanan. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kemampuan masyarakatnya bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kemajuan sumber daya manusia menjadi bekal pokok suatu bangsa untuk dapat unggul dalam kompetisi masyarakat dunia.
Perkembangan dan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia juga tidak dapat terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan, serta seni dan budaya. Perubahan yang terjadi secara terus menerus dan sangat cepat ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional, termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan jaman tersebut. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, pemerintah berusaha untuk selalu meningkatkan mutu pendidikan secara menyeluruh.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka sejak  tahun 2003, Departemen Pendidikan Nasional meluncurkan “Draft Final” Kurikulum 2004, yang di kalangan pengajar populer dengan sebutan “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.  Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dimaksudkan untuk dapat mengembangkan seluruh demensi manusia Indonesia seutuhnya, yaitu pengembangan aspek moral, budi pekerti, akhlaq,  perilaku, pengetahuan,  kesehatan, ketrampilan, dan seni. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada satu tujuan yaitu peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil di masa datang. Dengan demikian peserta didik memiliki ketangguhan, kemandirian, dan jati diri yang dikembangkan melalui pembelajaran dan atau pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan (Depdiknas, 2003).
Segala tujuan ideal tersebut dalam implementasinya di sekolah bukanlah tanpa tantangan dan hambatan. Sekolah dituntut untuk dapat  menciptakan kondisi prasarat yang memungkinkan pelaksanan kurikulum tersebut dapat dikembangkan secara ideal dan optimal. Sekolah perlu dilengkapi dan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, tenaga kependidikan yang berkompeten, lingkungan masyarakat yang kondusif, sumber dana yang cukup, dan dukungan dari berbagai pihak, terutama pemerintah, baik pusat maupun daerah sebagai pemegang otonomi. Kenyataannya beberapa prasyarat ideal tersebut belum dapat tersedia di seluruh satuan pendidikan. Salah satu contohnya adalah kontroversi masalah evaluasi nasional yang terwujud dalam ujian akhir nasional. Sekolah menurut kurikulum 2004 memegang hak otonom yang sangat luas dalam mengembangkan kurikulum. Penerintah dalam kurikulum 2004 hanya menyediakan standar kompetensi dan pokok-pokok materi yang sangat global. Sekolah berhak dan wajib mengembangkan sendiri sesuai kondisi setempat. Akibatnya materi yang disampaikan pada sekolah-sekolah yang berbeda juga akan berbeda-beda, sehingga sulit untuk distandardkan. Karena itu penerapan evaluasi bersama, baik secara nasional maupun daerah, akan sulit diterapkan. Kenyataan tersebut adalah salah satu kendala penerapan kurikulum 2004 secara penuh.
Uraian di atas mendorong penulis untuk menyusun makalah tentang kendala dan kesenjangan pemberlakuan kurikulum 2004 di lapangan. Diharapkan tulisan ini dapat membantu semua pihak yang berkepentingan agar dapat memberikan solusi bagi pemberlakuan kurikulum tersebut agar dapat berjalan dengan baik.

B.     Rumusan Masalah
Masalah yang ingin dibahas dalam makalah ini adalah berbagai persoalan dalam hal pelaksanaan kurikulum 2004 di era otonomi. Kurikulum yang dianggap paling sempurna tersebut di lapangan ternyata pelaksanaannya tidak semulus harapan semula. Banyak masalah yang menghambatnaya, seperti kesiapan sekolah, masyarakat, pemerintah, dan sumber dana. Secara operasional rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah Kurikulum Berbasis Kompetensi itu ?  
2.      Apakah karakteristik kurikulum 2004 dan kurikulum 1994 ?
3.      Kendala apa saja yag dihadapi dalam pelaksanaan KBK?    

C.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah utnuk mengetahui:
1.      konsepsi dasar kurikulum berbasis kompetensi
2.      karakteristik kurikulum 2004 dan kurikulum 1994
3.      Kendala apa saja yag dihadapi dalam pelaksanaan KBK.

D.    Lingkup Pembahasan
Pembahasan dalam makalah ini dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan implementasi kurikulum berbasis kompetensi di jenjang pendidikan Sekolah Dasar, khususnya Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Wonodadi










BAB II
PEMBAHASAN

Konsep Dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU nomor 20 tahun 2003) disebutkan bahwa kurikulum adalahseperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dalam pengertian yang luas, kurikulum adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi anak didik (siswa) untuk belajar. Dalam pengertian ini kurikulum mencakup segala kebijakan tertulis maupun tidak tertulis yang berhubungan dengan sekolah, buku pelajaran dan perpustakaan, alat peraga, lingkungan sekolah dan masyarakat sekitar, bahkan guru dan orang tua, merupakan bagian dari pengertian kurikulum dalam arti luas tersebut. Namun dalam pengertian yang khusus (sempit) kurikulum sering disamakan dengan seperangkat kebijakan yang berhubungan dengan tujuan, bahan pelajaran, dan evaluasi pendidikan, yang tertuang di dalam seperangkat “Buku Kurikulum” .
Kompetensi, menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, berarti kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu (Kamus, 1989). Menurut McAshan (dalam Mulyasa, 2003) kompetensi diartikan sebagai ...knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, wich become part of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive,  afective, and psychomotor behaviours”. (pengetahuan, ketrampilan, dan pengetahuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga dia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi mengandung  beberapa komponen, yaitu pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, kecakapan, dan tercermin dalam tingkah laku sehari-hari. Berkenaan dengan kompetensi ini, Gordon, 1988 (dalam Mulyasa, 2003) menyebutkan ada enak aspek atau ranah yang terkandung dalam  konsep kompetensi, yaitu:
1.      Pengetahuan (knowledge) kesadaran dalam bidang kognitif.
2.      Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki seseorang.
3.      ketrampilan (skill) yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
4.      Nilai (value) yaitu suatu standar perilaku  yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang.
5.      Sikap (attitude) yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka)  atau reaksi terhadap sesuatu rangsang yang datang dari luar.
6.      Minat (interest) yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan  (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
KBK didasari oleh beberapa pemikiran ataulandasan teoritis. Menurut Mulyasa, ada tiga landasan teoritis yang melandasi kurikulum berbasis kompetensi, yaitu
Ø  Pergeseran  dari pembelajaran kelompok ke pembelajaran individual. Dalam pembelajaran individual setiap peserta didik dapat belajar sendiri sesuai dengan kemampuan dan cara masing-masing, serta tidak bergantung pada orang lain.
Ø  Pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) yang mengatakan bahwa dengan sistem pembelajaran yang tepat setiap peserta didik akan dapat mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik.
Ø  Setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal jika disediakan waktu yang cukup. Perbedaan antara siswa yang “bodoh” dan siswa yang “pandai” hanyalah terletak pada masalah waktu. Siswa “bodoh” membutuhkan waktu belajar lebih lama dari pada siswa “pandai”.
Konsekuensi dari ketiga teori tersebut adalah implikasinya terhadap  pembelajaran, yaitu :
Ø  Pembelajaran perlu ditekankan pada kegiatan individual.
Ø  Lingkungan belajar harus kondusif, dan
Ø  Perlu disediakan waktu yang cukup bagi setiap peserta didik.

Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi

Menurut Deodiknas (2002) karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah :
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.
Menggunakan pendekatan dan metode mengajar yang bervariasi.
Menggunakan semua sumber belajar (bukan hanya guru).
Penilaian ditekankan pada proses dan hasil belajar.
Kendala dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Secara teoritis, dalam uraian terdahulu telah dijelaskan keunggulan kurikulum berbasis kompetensi. Namun dalam pelaksanaannya di sekolah, dalam hal ini Sekolah Dasar, ternyata tidak semulus harapan semula. Ada beberapa kendala dan kesenjangan yang perlu mendapat pemecahan. Kesenjangan-kesenjangan tersebut adalah :
Tenaga Kependidikan
Guru memegang peranan penting bagi keberhasilan pelaksanaan KBK. Rasio jumlah guru dan jumlah kelas harus seimbang. Kenyataannya banyak sekolah (SD) yang kekurangan guru. Di Kecamatan Bakung bahkan ada sekolah yang hanya memiliki 3 orang guru kelas, 1 orang guru agama Islam, dan Kepala Sekolah. Kondisi tersebut menuntut semua guru harus merangkap mengajar dua kelas sekaligus. Guru agama juga harus mengajar mata pelajaran umum. Keadaan ini bukanlah kondisi yang ideal untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal karena beban kerja guru melebihi kemampuannya.
Kualitas guru juga menjadi kendala. KBK menuntut guru mampu mengembangkan kurikulum secara kreatif. Guru harus selalu mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya, menguasai berbagai metode mengajar, menyusun persiapan mengajar, menyiapkan alat dan lingkungan belajar, serta segala prasyarat lainnya. Selama ini guru terbiasa dengan kurikulum yang relatif sudah “siap pakai”, tanpa harus menyusun silabus, mnyiapkan bahan dan mencari bahan sendiri dsb. Kurikulum 2004 yang hanya mencantumkan kompetensi dasar, hasil belajar yang dikehendaki, indikator, dan materi pokok, menuntut guru mengembangkan sendiri kurikulum tersebut sesuai situasi dan kondisi sekolah masing-masing. Hal ini menuntut keahlian dan membutuhkan waktu yang cukup banyak. Guru yang kelebihan beban mengajar dan tugas-tugas lainnya, tentu sangat sulit untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut. Akibatnya guru tetap kembali seperti kebiasaan semula, yaitu mengajar sesuai urut-urutan pada buku pelajaran/buku penunjang.
Perubahan kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2003 merupakan hal baru bagi guru. Untuk itu guru perlu mendapat sosialisasi terlebih dulu mengenai kurikulum baru tersebut. Pemerintah harus mensosialisasikannya melalui penataran dan pelatihan, setidaknya beberapa orang guru/pengawas di setiap kecamatan, dan selanjutnya pengawas/guru yang telah mendapatkan penataran dan pelatihan tersebut menyebarluaskan pada guru-guru lain di kecamatan ybs. melalui penataran serupa. Hal ini belum diterapkan pada beberapa kecamatan, termasuk kecamatan Bakung. Akibatnya guru-guru SD di Kecamatan Bakung sama sekali buta terhadap kurikulum 2004 ini.
Tenaga administrasi/TU juga sangat diperlukan di sekolah. Kenyataannya hampir semua sekolah (SD) tidak memiliki tenaga TU tersebut. Segala urusan ketatausahaan menjadi tugas kepala sekolah dan guru. Bahkan juga banyak sekolah yang tidak mempunyai penjaga sekolah. Hal ini jelas makin menambah beban pekerjaan guru yang sudah padat.
Sarana Prasarana Yang Tersedia
Pembelajaran yang berhasil harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Banyak SD yang gedungnya tidak memenuhi syarat, seperti retak-retak, genting yang bocor, penerangan yang kurang, terlalu sempit, dan setumpuk permasalahan lainnya.
Alat peraga dan media pembelajaran harus tersedia agar siswa dapat menangkap materi pelajaran dengan baik. Untuk itu guru harus pandai dan mau menyediakan alat peraga serta media pembelajaran yang sesuai. Hal ini sulit dipenuhi karena guru tidak sempat lagi menyiapkan media karena dibebani dengan tugas-tugas membuat persiapan pembelajaran yang rumit dan membutuhkan banyak waktu, menganalisis soal ulangan formatif yang sebenarnya tidak perlu harus selalu dianalisis, menyelenggarakan program perbaikan dan pengayaan, mengoreksi pekerjaan siswa, mengolah nilai, dan tugas-tugas lainnya. Akibatnya perhatian guru pada pembelajaran sangat kurang.
Sarana lain yang sangat penting adalah tersedianya buku kurikulum 2004 sebagai kurikulum KBK. Buku kurikulum tersebut ternyata sampai sekarang belum tersedia di sekolah-sekolah dasar. Terpaksa sekolah-sekolah yang akan melaksanakannya harus meminjam dulu untuk difoto copy dari sekolah lain yang sudah terlebih dulu memfoto copy. Demikian secara berantai, sehingga mutu buku kurikulumpun makin lama makin kurang jelas. Seharusnya pemerintah harus bertanggung jawab untuk memperbanyak kurikulum dan disampaikan ke sekolah-sekolah kalau menginginkan sekolah dapat mengimplementasikannya. Tidak tersedianya buku kurikulum tersebut sangat mengganggu kelancaran penerapan kurikulum 2004.
Pembiayaan
Kegiatan pembelajaran yang efektif harus didukung dana yang  cukup. Sulit bagi guru mengembangkan atau membuat media pembelajaran tanpa dukungan dana. Buku sumber juga harus tersedia, dan hal ini membutuhkan dana untuk membelinya. Selama ini dukungan dana dari pemerintah sangat terbatas, karena itu partisipasi masyarakat, khususnya orang tua murid, sangat diperlukan. Berita tentang akan turunnya dana dari pemerintah pusat berupa BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang cukup besar tentu merupakan kabar yang cukup menggembirakan, namun sampai makalah ini ditulis dana tersebut masih belum juga cair. Dana dari orang tua murid yang selama ini mendukung pembiayaan di sekolah dirasakan masih sangat kurang dan sulit untuk dinaikkan mengingat kesadaran dan kemampuan ekonomis masyarakat yang rendah.
Masyarakat dan Lingkungan Sekolah
Suksesnya pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi perlu mendapat dukungan dari masyarakat, termasuk orang tua murid. Peranan masyarakat dapat berupa dukungan dana, menjadi nara sumber, dan menciptakan suasana belajar di luar sekolah dan jam sekolah.  Masyarakat dan orang tua harus mendorong para siswa aktif belajar di rumah maupin dalam belajar kelompok. Dalam hal ini kebiasaan orang tua menyetel televisi pada jam-jam belajar harus dihentikan supaya anak dapat berkonsentrasi dalam belajar maupun mengerjakan PR.
Evaluasi
Evaluasi merupakan komponen pokok dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Dalam implementasi kurikulum di sekolah, sistem evaluasi sangat berperan penting. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan otonomi yang sangat luas pada sekolah dan guru untuk mengembangkannya. Pemerintah pusat  hanya mencantumkan standar kompetensi, hasil belajar, indikator, dan materi pokok saja. Guru harus mengembangkan sendiri sesuai dengan situasi dan kondisi sekolahnya. Konsekuensinya adalah sulit adanya keseragaman secara nasional, bahkan di tingkat kecamatan sekalipun. Karena itu pemberlakuan ujian nasional maupun ujian bersama seluruh kabupaten tidak dapat diterapkan lagi. Pemaksaan pemerintah serta Dinas Pendidikan Kabupaten untuk menyelenggarakan ulangan atau ujian bersama dengan alasan strandardisasi mutu memaksa guru mengajar secara tradisional, yaitu mengejar materi yang tercantum di dalam buku pelajaran yang diterbitkan oleh penerbit yang terkenal. Hal ini berarti maksud pemberlakuan KBK tidak dapat tercapai. Guru terpaksa mengikuti saja kebijakan  Depdiknas maupun Dinas Pendidikan Kabupaten serta mengikuti pola lama dalam mengajar, yaitu menghabiskan materi dan target kurikulum, bukan kompetensi siswa.
Pemecahan masalah
Pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi telah menjadi keputusan pemerintah, karena itu sekolah-sekolah harus melaksanakannya. Berbagai kendala harus diatasi edapat mungkin. Sekolah sebagai pemegang hak otonom harus berani mengambil resiko dan lebih aktif untuk menutup segala kekurangan. Guru harus berusaha mengubah kebiasaan lamanya sedapat mungkin dengan lebih kreatif dalam mengajar, misalnya dengan penggunaan metode dan pendekatan yang bervariasi, memanfaatkan semua sumber belajar, dan sebagainya. Guru harus rajin mencari informasi dengan banyak membaca buku, menyaksikan berita, bahkan memanfaatkan internet. Semua ini harus ditempuh guru karena bagaimanapun guru tetap harus tunduk dan patuh pada kebijakan pemerintah maupun Dinas Pendidikan.











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Perubahan kurikulum merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. Perubahan kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 yang dikenal dengan kurikulum berbasis kompetensi juga merupakan usaha pemerintah dalam menghadapi tuntutan perubahan jaman tersebut, karena itu harus tetap terjadi meskipin menghadapi berbagai kendala.
B.     Saran
Semua pihak harus mendukung pelaksanaan kurikulum 2004 agar dapat berjalan lancar. Guru harus aktif mengembangkan diri dalam menyongsong perubahan jaman dan pemberlakuan kurikulum baru ini. Kendala tidak tersedianya buku kurikulum harus segera diatasi dengan memfoto copy maupun cara-cara lainnya.










DAFTAR PUSTAKA
Departemen  Pendidikan Nasional, 2003. Kurikulum 2004. Jakarta

Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasionak) 2003 (UU RI No. 20 TH. 2003). Jakarta: Sinar Grafika.

Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Desertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian, Edisi Keempat. Penerbit Universitas Negeri Malang.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar